Tambling Wild Nature Conservation (TWNC) - Hutan Ujung Selatan Sumatera
Tambling Wild Nature Conservation (TWNC), hutan yang berada diujung selatan Sumatera ini bagaikan tak terjamah. Babi hutan, kerbau, rusa dan burung-burung langka masih dapat kita temui dikawasan hutan ini.
Menjadikan tempat ini sebagai habitat yang sangat ideal bagi Harimau Sumatera yang terancam punah.
Tambling Wild Nature Conservation (TWNC)
Hamparan hutan seluas 45 ribu hektar yang merupakan Tambling Wild Nature Conservation (TWNC) dengan luas perairannya sekitar 14.082, yang terdiri dari gugusan South Bukit Barisan National Park
(SBBNP) seluas 365.000 hektar.
Konservasi tersebut didirikan oleh Yayasan Artha Graha Peduli pada tahun 1996 yang bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan sebagai bentuk keprihatinan akan pemburuan ilegal, ilegal logging, serta penangkapan ikan dengan dinamit dan penggunaan serta pembukaan lahan yang tak terkontrol.
Yang mengakibatkan sekitar 20 persen gugusan South Bukit Barisan National Park (
SBBNP) gundul. Itulah yang terjadi sehingga membuat banyak pihak prihatin dan lebih memperhatikan wilayah konservasi ini.
Sesampai di Tambling Wild Nature Conservation (TWNC), angin laut yang segar diiringi aroma hutan tropis yang menyengat akan menyambut kita yang berkunjung kekawasan konservasi ini.
Di sebelah utara perbatasan TWNC, tampak SBBNP yang telah gundul akibat ulah para penebangan liar dan penjarahan yang terus menerus terjadi, sementara itu di sebelah selatan perbatasan, terdapat pantai berpasir putih dan hutan tepi pantai.
Dan ditengahnya terdapat hutan tropis yang lebat, hutan bakau, danau dan rawa air tawar. Konservasi ini begitu rimbun, hasil dari program reboisasi yang digalakkan dengan penanaman lebih dari 10.000 pohon sejak tahun 1998 silam.
Hutan konservasi ini sangat terpencil tanpa satu pun transportasi darat yang tersedia. Hanya terdapat satu Desa kecil yang dihuni oleh sekitar 200 prang yang hidup dan bergantung hidup selaras dengan alam.
Hutan-hutan di Sumatera ini dihuni spesies langka dan binatang yang teracam punah. Harimau sumatera (Panthera Tigris sumatrae) menjadi fokus perhatian; data terakhir WWF tahun 2013 memperkirakan hanya ada 400 harimau Sumatera yang masih hidup.
Terdapat pula beberapa hewan primata yang bergerak cepat dari satu dahan ke dahan yang lain, saat memasuki hutan Saung Bajo. Suara kicauan burung-burung dikejauhan, menemani perjalanan menyusuri hutan Tambling Wild Nature Conservation (TWNC) ini.
Tak lama berselang, lutung, siamang dan burung bubut besar menampakkan diri menemani perjalanan
kami. Nampaknya mereka pun sama seperti kami yang memiliki rasa ingin tahu (kepo).
Para peneliti dari Tambling Wild Nature Conservation (TWNC), sesekali memeriksa camera trap yang dipasang di bawah pohon didalam hutan konservasi ini.
Terlihat dalam rekaman kamera banyak sekali harimau sumatera, beruang, rusa, kerbau dan tapir yang terekam dan terpantau melalui kamera ini. Data mengenai jumlah flora dan fauna cukup penting dalam konservasi.
Setelah selesai memeriksa kamera, perjalan memasuki hutan Tambling Wild Nature Conservation (TWNC) pun dilanjutkan sampai kami memasuki ruang terbuka.
Sebuah padang rumput yang luas, yang berfungsi sebagai satu-satunya landasan di Tambling Wild Nature Conservation (TWNC), yang telah menarik banyak rusa sambar (Cervus unicolor) dan kerbau (Bubalus bubalis) untuk merumput di sana.
Mengamati hewan-hewan yang tenang merumput tanpa peduli dengan kehadiran kami, mengingatkan kami akan suasana Serengeti di Afrika.
Karena hari semakin sore, terpaksa perjalanan dihentikan dan kami kembali ke markas untuk kemudian melakukan perjalanan dengan berkendaraan off road serta meneruskan perjalanan ini dengan safari malam.
Kendaraan off road yang telah dimodifikasi seperti sebuah kendaraan pemburu, memudahkan kami untuk melihat dan mengabadikan perjalanan safari malam kami.
Kembali ke padang rumput yang luas tadi, petugas Tambling Wild Nature Conservation (TWNC) menyorotkan lampu ke padang tersebut dan nampaklah sejumlah rusa dan kerbau yang kini jumlahnya lebih banyak dari siang tadi.
Seraya berharap dapat menyaksikan dan mengabadikan harimau sumatera yang berburu dimalam hari dengan jumlah mangsa sebanyak itu, untuk santap malamnya.
Akan tetapi, sekian lama kamera ditangan dan pandangan kami tujukan ke kawanan rusa, dan kerbau tadi, kami harus kecewa ternyata tidak nampak satupun harimau yang sedang berburu disitu.
Keesokan harinya petualangan yang lain pun dilanjutkan, kali ini tujuan nya adalah Danau Sleman. Dibutuhkan waktu sekitar 30 menit dengan jip melewati pantai dan menerabas hutan.
Dalam perjalanan, pesona tepi pantai dan hutan semakin membuat kami takjub dan terpesona akan keindahan alam yang disuguhkannya. Melihat ombak pantai yang cukup tinggi, nampaknya akan sangat menarik bagi mereka yang menyukai olahraga air, surfing.
Danau Sleman hanyalah satu dari sekian danau eksotis yang ada di negeri ini.
Danau yang dikelilingi oleh deretan pohon kelapa dan perdu yang rimbun, serta dikelilingi oleh pulau kecil yang dihuni oleh rusa sambar dan kerbau, berlari kocar kacir karena terkejut dengan suara mesin motor kapal yang kami tumpangi.
Ketika pepohonan mulai rapat, sekilas terlihat ular cincin (Boiga dendrophyla) dan piton (Python reticulatus) yang sedang melilitkan diri di dahan, tersamarkan oleh dedaunan.
Beberapa monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pun tak hentinya mencoba-coba mendekati perahu motor yang kami tumpangi. Sungguh pemandangan yang menyenangkan.
Dari Danau Sleman, perjalanan diteruskan menuju Bukit Padang Golf. Nama ini diberikan oleh Tomy Winata, serang milioner dan pendiri Yayasan Artha Graha Peduli dan Tambling Wild Nature Conservation (TWNC).
Dinamai Padang Golf karena bentuknya yang mengingatkan orang pada lapangan golf.
Memang benar, rerumputan di bukit tersebut begitu rapi, padahal tak ada orang yang sengaja merapikannya. Hewan-hewan yang merumput
di sanalah yang secara tak sengaja membantu menjaga tinggi rerumputan.
Namun sayang dengan keterbatasan waktu, tidaklah mungkin untuk menjelajahi hutan seluas 45.000 hektar tersebut. Akan tetapi walaupun hanya mengunjungi tempat ini dalam waktu singkat cukup puas dengan pemandangan alam dan habitat alami yang ada ditempat ini.
Selanjutnya kami menuju kedua, yakni Danau Menjukut. Bebek berbulu putih yang langka (Cairina scutulata) sering terlihat di danau ini.
Semangat sepanjang perjalanan ingin cepat sampai ke danau ini, takut tidak berkesempatan menyaksikan bebek langka tersebut. Sepanjang perjalanan menyusuri tepi pantai kami menemukan jejak kucing hutan, dan biawak di atas pasir.
Saat memasuki sisi hutan yang agak rimbun, kami melihat ada empat spesies bangau yang terbang di atas kami. Keragaman hayati hutan ini sungguh mengesankan. Tiba-tiba penjaga hutan mengingatkan saat ia melihat bekas cakaran harimau di pohon yang terletak tidak jauh dari Danau Menjukut.
Menurutnya, bekas cakaran yang berbeda panjangnya itu dibuat oleh dua ekor harimau. Perjalanan kali ini kami tempuh dengan berjalan kaki, sehingga kami cukup beruntung tidak harus bertemu dengan kucing besar yang meninggalkan bekas cakaran tadi.
Malamnya kami pun menginap di pos keamanan dekat Blambangan, sehingga keesokan harinya bisa bertemu dengan Salma, Ucok, Mekar dan Panti.
Begitu pagi tiba, kami menuju Tanjung Belimbing untuk menemui Salma, Ucok, Mekar dan Panti, Harimau penghuni pusat penyelamatan dan rehabilitasi harimau sumatera Tambling Wild Nature Conservation (TWNC).
Sejak tahun 2008, pusat rehabilitasi ini telah mengembalikan 5 harimau bermasalah ke hutan. Salma dan Mekar ditempatkan di kandang yang berbeda. Sementara Ucok dan Panti ditempatkan di kandang yang lebih kecil.
Ada cerita yang cukup menarik tentang Harimau yang bernama Panti ini, Harimau betina yang diselamatkan pada tahun 2008 ini, pada tahun 2010 dikembalikan ke habitat asilnya ke hutan.
Namun, pada Oktober 2011 dia ditangkap kembali, setelah petugas Tambling Wild Nature Conservation (TWNC) menyaksikan dari camera trap yang meraka pasang merekam kakinya yang terluka.
Selama proses penyembuhan, Harimau betina (Panti) ini melahirkan tiga ekor harimau laki-laki. Ibu Negara pada saat itu, ibu Ani Yudhoyono pun memberikan anak-anak Harimau itu nama; Bintang, Petir dan Topan.
Setelah mereka berumur tiga tahun, ibu dan anak-anak harimau itu kemudian dikembalikan ke habitatnya pada tahun 2014.
Saatnya untuk berkemas dan bersiap-siap kembali ke hutan "Beton" - Jakarta. Membayangkan kembali apa yang telah dialami, dengar dan hirup di Tambling Wild Nature Conservation (TWNC) yang liar ini, betapa spesialnya tempat ini, dengan keindahan alam dan keragaman hayatinya yang begitu mempesona. Belum juga meninggalkan tempat ini, rasanya sudah tidak sabar untuk kembali.
Posting Komentar untuk "Tambling Wild Nature Conservation (TWNC) - Hutan Ujung Selatan Sumatera"
Posting Komentar